berikut ini, saya akan merangkum beberapa ayat yg sering digunakan oleh beberapa pihak non kristiani untuk menghujat;
1. Ul 14:21 Tuhan terkesan meracuni orang asing
2. Kej 3:8-10 Tuhan terkesan tidak tahu karena main petak umpet dengan Adam & Hawa
3. Kej 21:1-2 Tuhan mengauli Sara
4. Kej 6:6-7 Tuhan bisa menyesal & Pilu, bagaimana bisa ? Bukankah Tuhan Maha Kuasa ?
5. Kej 8:21 Bagaimana penulis bisa tahu Tuhan berfirman dalam hati ?
6. Yes 5:26 Tuhan bersuit ( sifat manusia )
7. Yer 25:30 Tuhan mengaum ( sifat binatang )
8. Yes 7:20 Tuhan mencukur
9. Yes 42:13-14 Tuhan memekik, mengerang, megap-megap
10. Hos 3:1 Tuhan menyuruh melacur
2. Kej 3:8-10 Tuhan terkesan tidak tahu karena main petak umpet dengan Adam & Hawa
3. Kej 21:1-2 Tuhan mengauli Sara
4. Kej 6:6-7 Tuhan bisa menyesal & Pilu, bagaimana bisa ? Bukankah Tuhan Maha Kuasa ?
5. Kej 8:21 Bagaimana penulis bisa tahu Tuhan berfirman dalam hati ?
6. Yes 5:26 Tuhan bersuit ( sifat manusia )
7. Yer 25:30 Tuhan mengaum ( sifat binatang )
8. Yes 7:20 Tuhan mencukur
9. Yes 42:13-14 Tuhan memekik, mengerang, megap-megap
10. Hos 3:1 Tuhan menyuruh melacur
Sebelum saya menjelaskan tentang hal ini, saya ingin
menyampaikan beberapa point ajaran Gereja Katolik tentang inspirasi dan
kebenaran Kitab Suci, seperti yang tertulis dalam Katekismus Gereja
Katolik:
KGK 105 Allah adalah penyebab [auctor] Kitab Suci. “Yang diwahyukan oleh Allah dan yang termuat serta tersedia dalam Kitab Suci telah ditulis dengan ilham Roh Kudus”…..
KGK 106 Allah memberi inspirasi kepada manusia penulis [auctor] Kitab Suci. “Tetapi dalam mengarang kitab-kitab suci itu Allah memilih orang-orang, yang digunakan-Nya sementara mereka memakai kecakapan dan kemampuan mereka sendiri, supaya – sementara Dia berkarya dalam dan melalui mereka – semua itu dan hanya itu yang dikehendaki-Nya sendiri dituliskan oleh mereka sebagai pengarang yang sungguh-sungguh.” (Dei Verbum 11)
KGK 109 Di dalam Kitab Suci Allah berbicara kepada manusia dengan cara manusia. Penafsir Kitab Suci harus menyelidiki dengan teliti, agar melihat, apa yang sebenarnya hendak dinyatakan para penulis suci, dan apa yang ingin diwahyukan Allah melalui kata-kata mereka (Bdk. Dei Verbum 12,1).
KGK 110 Untuk melacak maksud para penulis suci, hendaknya diperhatikan situasi zaman dan kebudayaan mereka, jenis sastra yang biasa pada waktu itu, serta cara berpikir, berbicara, dan berceritera yang umumnya digunakan pada zaman teks tertentu ditulis. “Sebab dengan cara yang berbeda-beda kebenaran dikemukakan dan diungkapkan dalam nas-nas yang dengan aneka cara bersifat historis, atau profetis, atau poetis, atau dengan jenis sastra lainnya” (Dei Verbum 12,2).
Jadi Kitab Suci memang dituliskan atas inspirasi dari Allah sendiri, namun Allah melibatkan kemampuan orang- orang pilihan-Nya untuk menuliskan Sabda-Nya melalui kata- kata manusia. Oleh karena itu, jenis sastra juga mempengaruhi ungkapan- ungkapan yang tercantum dalam Kitab Suci, entah itu bersifat historis, profetis atau puitis.
Selanjutnya dalam mengartikan suatu ayat yang sekilas terlihat ‘sulit’, kita harus melihat kaitannya dengan ayat- ayat yang lain dalam Kitab Suci. Katekismus mengajarkan agar dalam menginterpretasikan Kitab Suci maka kita harus:
A: KGK 112. Memperhatikan dengan saksama “isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci“…
B: KGK 113. Membaca Kitab Suci dalam “Tradisi Suci yang hidup dari Gereja secara keseluruhan.”
C: KGK 114. Memperhatikan analogi iman.
Sekarang mari melihat ayat- ayat yang sering ditanyakan:
1. Ul 14:21
“Janganlah kamu memakan bangkai
apapun, tetapi boleh kauberikan kepada pendatang yang di dalam tempatmu
untuk dimakan, atau boleh kaujual kepada orang asing; sebab engkaulah
umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu.”
Orang Israel dilarang untuk memakan hewan
yang mati secara natural, bukan karena alasan kesehatan (higienitas),
tetapi karena hewan tersebut dianggap ‘najis’ karena jika dimakan tanpa
disembelih dahulu dengan ritual tertentu, maka ada resiko darah binatang
yang masih ada di dalam daging bangkai tersebut menjadi termakan.
Sedangkan bangsa Israel pada jaman PL dilarang untuk mengkonsumsi darah,
karena pada darah diyakini ada nyawa (lih. Ul 12:23). Maka larangan
untuk memakan hewan yang mati tanpa mereka sembelih ini berkaitan dengan
perintah tersebut. Sedangkan secara keseluruhan larangan meminum darah
pada PL ini adalah cara Allah mempersiapkan umat-Nya untuk menghargai
makna ‘Darah Kristus Sang Anak Domba Paska’ yang justru kita minum, agar
kita menerima rahmat ‘nyawa’/ kehidupan yang kekal (lih. Yoh 6:53-56).
Dengan demikian, tidak benar tuduhan yang mengatakan bahwa Allah sepertinya ingin meracuni
orang asing. Allah memperbolehkan agar binatang yang mati secara natural
itu diberikan kepada orang asing, karena mereka tidak terikat oleh
hukum Musa tentang larangan minum darah tersebut.
2. Kej 3:8-10
“Ketika mereka mendengar bunyi
langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari
sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di
antara pohon-pohonan dalam taman. Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia
itu dan berfirman kepadanya: “Di manakah engkau?”
Seperti halnya pada sebuah karya tulis pada umumnya, peran gaya bahasa
adalah sangat penting. Demikian juga pada Alkitab, sebab Allah berbicara
pada kita dengan menggunakan bahasa manusia. Maka kita perlu memahami
gaya bahasa yang digunakan, agar dapat lebih memahami isinya. Secara
umum, gaya bahasa yang digunakan dalam Alkitab sebenarnya tidaklah
rumit, sehingga orang kebanyakan dapat menangkap maksudnya. Dalam hampir
semua perikop Alkitab, sebenarnya cukup jelas, apakah pengarang Injil
sedang membicarakan hal yang harafiah atau yang rohaniah. Memang ada
kekecualian pada perikop-perikop tertentu, sehingga kita perlu
mengetahui beberapa prinsipnya:
1. Simili:
adalah perbandingan langsung antara kedua hal yang tidak serupa.
Misalnya, pada kitab Dan 2:40, digambarkan kerajaan yang ke-empat ‘yang
keras seperti besi’, maksudnya adalah kekuatan kerajaan tersebut, yang
dapat menghancurkan kerajaan lainnya.
2. Metafor: adalah
perbandingan tidak langsung dengan mengambil sumber sifat-sifat yang
satu dan menerapkannya pada yang lain. Contohnya, “Jiwaku haus kepada
Allah Yang hidup” (Mzm 42:3). Sesungguhnya, jiwa yang adalah rohani
tidak mungkin bisa haus, seperti tubuh haus ingin minum. Jadi ungkapan
ini merupakan metafor untuk menjelaskan kerinduan jiwa kepada Allah.
3. Bahasa perkiraan:
adalah penggambaran perkiraan, seperti jika dikatakan pembulatan
angka-angka perkiraan. Misalnya,“Yesus memberi makan kepada lima ribu
orang laki-laki” (Mat 14: 21; Mrk 6:44; Luk 9:14; Yoh 6:10) dapat
berarti kurang lebih 5000 orang, dapat kurang atau lebih beberapa puluh.
4. Bahasa fenomenologi:
adalah penggambaran sesuatu seperti yang nampak, dan bukannya seperti
mereka adanya. Kita mengatakan ‘matahari terbit’ dan ‘matahari
terbenam’, meskipun kita mengetahui bahwa kedua hal tersebut merupakan
akibat dari perputaran bumi. Demikian juga dengan ucapan bahwa ‘matahari
tidak bergerak’ (Yos 10: 13-14).
5. Personifikasi: adalah
pemberian sifat-sifat manusia kepada sesuatu yang bukan manusia.
Contohnya adalah ungkapan ‘wajah Tuhan’ atau ‘tangan Tuhan’ (Kel 33:
20-23), meskipun kita mengetahui bahwa Tuhan adalah Allah adalah Roh
(Yoh 4:24) sehingga tidak terdiri dari bagian-bagian tertentu.
6. Hyperbolisme: adalah
pernyataan dengan penekanan efek yang besar, sehingga kekecualian tidak
terucapkan. Contohnya adalah ucapan rasul Paulus, “Semua orang telah
berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rom 3:23); di sini
tidak termasuk Yesus, yang walaupun Tuhan juga sungguh-sungguh manusia
dan juga tidak termasuk Bunda Maria yang walaupun manusia tetapi sudah
dikuduskan Allah sejak dalam kandungan (tanpa dosa asal).
Tentu saja, semua orang tahu, bahwa Tuhan, yang maha tahu, pasti tahu di mana keberadaan dari Adam dan Hawa. Di satu sisi yang lain, kita juga dapat melihat adanya suatu arti spiritual. Alkitab ditulis bukan untuk Tuhan, namun ditulis untuk manusia, sehingga manusia dapat mengerti wahyu Allah. Di ayat tersebut, terungkap bagaimana Tuhan senantiasa menjadi penggerak utama, yang mengambil inisiatif agar manusia dapat bersatu dengan Tuhan. Dan di ayat tersebut juga terungkap bagaimana Tuhan bertanya “di manakah engkau” untuk memberikan kesempatan kepada manusia, agar manusia dapat mengakukan dosanya kepada Tuhan, mengakui kesalahan dan kemudian bertobat. Hal ini terlihat dari ayat berikutnya, yaitu “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” (Kej 3:11). Semua pertanyaan-pertanyaan tersebut bukan menunjukkan bahwa Tuhan tidak tahu apa yang diperbuat oleh Adam dan Hawa, namun Tuhan memberikan kesempatan kepada Adam dan Hawa untuk mengaku dosa dan memperbaiki kesalahannya. Namun, kesempatan yang diberikan oleh Allah, justru tidak dapat dimanfaatkan oleh Adam dan Hawa, karena bukannya bertobat, namun mereka saling menyalahkan satu sama lain. Dan inilah yang sering dilakukan oleh manusia sampai saat ini. Dengan demikian, apa yang ditulis di Alkitab senantiasa dapat kita hubungkan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan kita.
Dan tentang Tuhan yang maha tahu, juga disebutkan di dalam Alkitab, seperti yang dapat dilihat di Maz 139:1-6; Ams 5:21:
ALKITAB MENYEBUTKAN BAHWA TUHAN ADALAH MAHA TAHU:
Dan tentang Tuhan yang maha tahu, juga disebutkan di dalam Alkitab, seperti yang dapat dilihat di Maz 139:1-6; Ams 5:21:
TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; 2 Engkau mengetahui,
kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. 3
Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku
Kaumaklumi. 4 Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan,
sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN. 5 Dari belakang dan
dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku.
6 Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup
aku mencapainya.” (Mzm 139:1-6)
Karena segala jalan orang terbuka di depan mata TUHAN, dan segala langkah orang diawasi-Nya.” (Ams 5:21)
Jadi, tidak ada kebingungan untuk mengerti Allah yang maha tahu, karena
Alkitab juga menyebutkannya dengan jelas, bahwa dengan akal budi, kita
juga dapat membuktikan bahwa Tuhan adalah maha tahu. Kebingungan akan
terjadi, kalau kita membaca Alkitab dan mengasumsikan bahwa semuanya
harus diartikan secara literal – tanpa mempertimbangkan gaya bahasa yang
dipakai – walaupun pada awalnya kita senantiasa harus melihat terlebih
dahulu pengertian secara literal. Untuk menghindari kebingungan
interpretasi, maka kita dapat melihat konteks ayat-ayat tersebut secara
keseluruhan, mengerti apa yang dituliskan (literal), melihatnya dalam
terang Perjanjian Baru, dan melihat interpretasi secara spiritual.
Semoga hal ini dapat menjawab keberatan anda.
3. Kej 21:1-2
“TUHAN memperhatikan Sara,
seperti yang difirmankan-Nya, dan TUHAN melakukan kepada Sara seperti
yang dijanjikan-Nya. Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang
anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah
ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya.”
Terus terang saja, saya tidak mengerti
mengapa dari ayat tersebut di atas, si penuduh langsung berkesimpulan bahwa
Allah menggauli Sara. Ayat di atas sesungguhnya berhubungan dengan ayat
dalam beberapa perikop sebelumnya, yaitu Kej 18:10-14, di mana Allah
berjanji kepada Abraham dan Sara bahwa pada tahun berikutnya Sara akan
melahirkan seorang anak laki- laki bagi Abraham. Pada saat mendengar
janji ini Sara tertawa, karena menganggap tidak mungkin lagi baginya
maupun Abraham untuk berhubungan suami istri karena mereka sudah tua.
Namun Tuhan mengatakan, tidak ada yang mustahil bagi-Nya.
4. Kej 6:6-7
“maka menyesallah TUHAN,
bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan
hati-Nya. Berfirmanlah TUHAN,” Aku akan menghapuskan manusia yang telah
Kuciptakan itu… sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka.”
5. Kej 8:21
Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya:
“Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia…. Aku takkan
membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan.”
Ada yg mempertanyakan bagaimana
penulis kitab Kejadian tersebut dapat mengetahui, jika Tuhan hanya
berfirman dalam hati? Tentu bagi kita yang percaya bahwa Tuhan sendiri
yang memberi inspirasi terhadap penulisan Kitab Suci ini, ini tidaklah
menjadi masalah. Sebab penulis itu tidak menulis kitab dari dirinya
sendiri, tetapi atas pewahyuan dari Allah. Jadi kalau Allah berfirman
demikian di dalam Diri-Nya, dan Ia ingin agar firman ini diketahui oleh
umat-Nya, maka Ia mewahyukan hal ini kepada sang penulis. Bahwa kemudian
penulis mengatakan, “berfirmanlah Tuhan di dalam hati-Nya”; di sini
kembali digunakan istilah antropomorfis (dihubungkan
dengan istilah yang dipakai manusia), untuk menggambarkan bahwa firman
itu dikatakan Allah di dalam Diri-Nya sendiri; karena jika ini terjadi
pada manusia, manusia mengatakannya sebagai “berkata dalam hati”.
6. Yes 5:26
“Ia akan melambaikan panji-panji kepada bangsa yang dari jauh, dan akan bersuit memanggil mereka dari ujung bumi…. “
Mengapa Allah dapat “bersuit”. Namun seperti telah dijabarkan di atas, di sini digunakan istilah antropomorfis
untuk menggambarkan bahwa Allah sendirilah yang memanggil para bangsa
dari segala ujung bumi. Di sini istilah “bersuit” adalah istilah yang
sering dipergunakan oleh manusia, yaitu kepala pasukan pada saat
mengumpulkan para prajuritnya; atau gembala, yang bersuit untuk
memanggil kawanan ternaknya. Jadi istilah ini hanya untuk menunjukkan
bahwa Allah sendirilah yang menjadi kepala, atau gembala, dari kawanan
umat-Nya.Tidak semua kata bermakna harfiah : Makna alegoris. Makna figuratif,
metafora, ibarat dan typologi. Kita akan menemukan banyak bahasa
alegoris dalam Alkitab.
7. Yer 25:30
“…nubuatkanlah segala firman ini kepada mereka. Katakanlah kepada mereka: TUHAN akan… mengaum hebat terhadap tempat penggembalaan-Nya, suatu pekik, seperti yang dipekikkan pengirik-pengirik buah anggur, terhadap segenap penduduk bumi.”
Istilah “mengaum” di sini berhubungan dengan bagaimana Allah menjaga dan mengembalakan umat-Nya di Yerusalem dan Yehuda, suatu metafor
tentang penggembalaan. Ia mengeluarkan “pekik” seperti halnya pekik
para pengirik anggur/ para petani para waktu panen. Ini adalah
penggambaran metafor tentang akhir dunia nanti, bahwa
Pengadilan Terakhir bagi segenap manusia itu serupa dengan masa panen/
masa menuai di mana lalang akan dipisahkan dari gandum (lih. Mat 13:30). Tuhan "mengaum" tidak berarti Tuhan jadi macan dulu dan mengaum, bukan?!
Alkitab seringkali menuliskan sebuah pengajaran tidak dengan "letterlig", banyak sekali figuratif-figuratif didalamnya. Jadi tidak selalu dimaksudkan seperti apa adanya menurut arti lahiriah.
Kitab-kitab seperti Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkotbah, dan Kidung Agung adalah contoh-contoh kitab yang isinya berbentuk Puisi (poetical) mengungkapkan pergumulan batin manusia dengan Tuhannya yang diutarakan dalam bahasa sastra yang indah. Demikian juga Kitab Yesaya dan Kitab Yeremia banyak menjabarkan kejahatan manusia menyembah illah-illah lain diibaratkan sebagai "perzinahan" yang bersifat rohani, Alkitab menulis "Allah adalah pencemburu" (Ulangan 5:9, Nahum1:1-3 dan ada banyak lagi ayat-ayat sejenis).
Alkitab seringkali menuliskan sebuah pengajaran tidak dengan "letterlig", banyak sekali figuratif-figuratif didalamnya. Jadi tidak selalu dimaksudkan seperti apa adanya menurut arti lahiriah.
Kitab-kitab seperti Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkotbah, dan Kidung Agung adalah contoh-contoh kitab yang isinya berbentuk Puisi (poetical) mengungkapkan pergumulan batin manusia dengan Tuhannya yang diutarakan dalam bahasa sastra yang indah. Demikian juga Kitab Yesaya dan Kitab Yeremia banyak menjabarkan kejahatan manusia menyembah illah-illah lain diibaratkan sebagai "perzinahan" yang bersifat rohani, Alkitab menulis "Allah adalah pencemburu" (Ulangan 5:9, Nahum1:1-3 dan ada banyak lagi ayat-ayat sejenis).
8. Yes 7:20
“Pada hari itu dengan pisau cukur yang dipinjam dari seberang sungai Efrat, yakni raja Asyur, Tuhan akan mencukur kepala dan bulu paha, bahkan pisau itu akan melenyapkan janggut juga.”
Kembali di sini digunakan gaya bahasa antropomorfis,
untuk menggambarkan bahwa Allah-lah yang memangkas umat-Nya di Yehuda,
dengan menggunakan bangsa Babilonia atas pimpinan Raja Asyur. Lalu
istilah mencukur kepala, bulu paha dan janggut, itu adalah istilah metafor/
perumpamaan yang menyatakan akan diusirnya bangsa Israel (seperti
halnya rambut yang dipangkas). Hal ini diizinkan Allah terjadi, oleh
karena mereka telah berdosa di hadapan Allah, seperti yang disebutkan
dalam awal kitab Yesaya (lih. Yes 1). Maka ini merupakan nubuat
kehancuran bangsa Israel karena invasi bangsa Asyur/ Babilonia 701 BC,
di mana sekitar 200.150 orang Israel/ Yehuda dideportasi.
Pada ayat ini, kembali yang digunakan adalah gaya bahasa antropormofis, untuk menggambarkan sifat Allah dengan istilah manusia. Dalam hal ini, yang ingin digambarkan adalah kesetiaan Allah untuk bertempur membela umat pilihan-Nya yang setia kepada-Nya, yang dipanggil-Nya untuk diselamatkan (lih. Yes 42: 6). Maka penggambaran sebagai seorang perempuan yang melahirkan adalah untuk menggambarkan betapa Allah sangat menantikan saatnya di mana Ia akan memuliakan kembali umat-Nya. Betapa Allah menghendaki kembalinya bangsa Israel, seperti seorang ibu menantikan kelahiran anaknya, dan berjuang untuk melahirkannya.
9. Yes 42:13-14
“TUHAN keluar berperang seperti pahlawan, seperti orang perang Ia membangkitkan semangat-Nya untuk bertempur; Ia bertempik sorak, ya, Ia memekik, terhadap musuh-musuh-Nya Ia membuktikan kepahlawanan-Nya. Aku membisu dari sejak dahulu kala, Aku berdiam diri, Aku menahan hati-Ku; sekarang Aku mau mengerang seperti perempuan yang melahirkan, Aku mau mengah-mengah dan megap-megap.”
Pada ayat ini, kembali yang digunakan adalah gaya bahasa antropormofis, untuk menggambarkan sifat Allah dengan istilah manusia. Dalam hal ini, yang ingin digambarkan adalah kesetiaan Allah untuk bertempur membela umat pilihan-Nya yang setia kepada-Nya, yang dipanggil-Nya untuk diselamatkan (lih. Yes 42: 6). Maka penggambaran sebagai seorang perempuan yang melahirkan adalah untuk menggambarkan betapa Allah sangat menantikan saatnya di mana Ia akan memuliakan kembali umat-Nya. Betapa Allah menghendaki kembalinya bangsa Israel, seperti seorang ibu menantikan kelahiran anaknya, dan berjuang untuk melahirkannya.
10. Hos 3:1
“Berfirmanlah TUHAN kepadaku:
“Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah,
seperti TUHAN juga mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling
kepada allah-allah lain dan menyukai kue kismis.”
Ada yg menanyakan, mengapa Allah
menyuruh Nabi Hosea melacur; padahal yang melacur itu adalah istrinya,
dan bukan Nabi Hosea. Jadi ayat ini maksudnya adalah demikian: Bangsa
Israel telah berpaling dari Allah, dengan menyembah allah- allah lain,
seperti seorang istri yang telah berpaling dari suaminya. Supaya umat
Israel memahami kesalahan mereka yang besar ini, Allah menyuruh
nabi-Nya, Hosea, untuk menikahi seorang perempuan sundal (lih. Hos 1:
2). Setelah perempuan itu melahirkan anak- anak bagi Hosea, kembali
perempuan itu menjadi tidak setia dan berpaling kepada para kekasihnya
(lih. Hos 2:2-13). Namun, Hosea tidak dapat melupakan istrinya itu, sama
seperti Allah mengasihi bangsa Israel, meskipun bangsa itu telah
“melacur” dengan menyembah allah- allah lain yang disembah oleh bangsa-
bangsa di Kanaan. Istilah “menyukai kue kismis” adalah istilah yang
mengacu kepada para bangsa penyembah dewa Baal, seperti orang- orang
Moab (lih. Yes 16:7). Terlihat di sini bahwa kisah Hosea bukan semata
dongeng yang tidak masuk akal, tetapi justru sangat terkait dengan
kehidupan bangsa Israel sendiri, yang memang pada waktu itu tidak setia
kepada Allah.
KGK 111 Oleh karena Kitab Suci diilhami, maka masih ada satu prinsip lain yang tidak kurang pentingnya guna penafsiran yang tepat karena tanpa itu Kitab Suci akan tinggal huruf mati saja: “Akan tetapi Kitab Suci ditulis dalam Roh Kudus dan harus dibaca dan ditafsirkan dalam Roh Kudus itu juga” (Dei Verbum 12,3).Artinya kita harus membaca dan menginterpretasikannya sesuai dengan tuntunan Roh Kudus yang sama, yang oleh-Nya kitab itu dituliskan. Jika Kitab Suci dibaca tanpa bimbingan Roh Kudus, maka kata- kata yang tercantum di sana hanya merupakan kata- kata belaka, yang bahkan terdengar ‘janggal’. Namun kalau dipelajari, direnungkan, dilihat kaitannya dengan ayat- ayat yang lain dalam Kitab Suci, maka kita dapat memahami maknanya, dan menemukan di dalamnya pesan yang hidup dari Allah sendiri. Maka penting bahwa sebelum membaca Kitab Suci kita harus berdoa terlebih dahulu. Tanpa doa dan asal membaca saja, dapat mengakibatkan kesalahpahaman, dan inilah yang harus kita hindari. Alkitab bisa disebut karya sastra bila nilai nilai kesusasteraannya anda pandang ada. Dan Anda pun bisa memandangnya sebagai buku manual kehidupan spiritual anda bila anda Pengikut Kristus. Anda bisa juga memandangnya sebagai Dongeng atau fabel bila anda tidak yakin isinya.
Semoga kita semua selalu terdorong untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci dan senantiasa dibimbing oleh Roh Kudus agar mampu memahami maknanya.
SALAM DAMAI KRISTUS...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar