Rabu, 25 November 2015

TANGGAPAN TENTANG FIRMAN YG TERDENGAR JANGGAL DALAM ALKITAB

Kita sering mendengar tuduhan yg sangat hina dan bahkan bersifat menghujat dan menghina dan memaki, terutama jika ada beberapa ayat yg kelirhatannya susah untuk dimengerti dan sulit untuk dipahami, akhirnya membuat si penuduhpun langsung secara spontan menuduh bahwa ayat alkitab adalah palsu dll..

berikut ini, saya akan merangkum beberapa ayat yg sering digunakan oleh beberapa pihak non kristiani untuk menghujat;

1. Ul 14:21 Tuhan terkesan meracuni orang asing
2. Kej 3:8-10 Tuhan terkesan tidak tahu karena main petak umpet dengan Adam & Hawa
3. Kej 21:1-2 Tuhan mengauli Sara
4. Kej 6:6-7 Tuhan bisa menyesal & Pilu, bagaimana bisa ? Bukankah Tuhan Maha Kuasa ?
5. Kej 8:21 Bagaimana penulis bisa tahu Tuhan berfirman dalam hati ?
6. Yes 5:26 Tuhan bersuit ( sifat manusia )
7. Yer 25:30 Tuhan mengaum ( sifat binatang )
8. Yes 7:20 Tuhan mencukur
9. Yes 42:13-14 Tuhan memekik, mengerang, megap-megap
10. Hos 3:1 Tuhan menyuruh melacur

Sebelum saya  menjelaskan tentang hal ini, saya ingin menyampaikan beberapa point ajaran Gereja Katolik tentang inspirasi dan kebenaran Kitab Suci, seperti yang tertulis dalam Katekismus Gereja Katolik:

KGK 105 Allah adalah penyebab [auctor] Kitab Suci. “Yang diwahyukan oleh Allah dan yang termuat serta tersedia dalam Kitab Suci telah ditulis dengan ilham Roh Kudus”…..

KGK 106 Allah memberi inspirasi kepada manusia penulis [auctor] Kitab Suci. “Tetapi dalam mengarang kitab-kitab suci itu Allah memilih orang-orang, yang digunakan-Nya sementara mereka memakai kecakapan dan kemampuan mereka sendiri, supaya – sementara Dia berkarya dalam dan melalui mereka – semua itu dan hanya itu yang dikehendaki-Nya sendiri dituliskan oleh mereka sebagai pengarang yang sungguh-sungguh.” (Dei Verbum 11)

KGK 109 Di dalam Kitab Suci Allah berbicara kepada manusia dengan cara manusia. Penafsir Kitab Suci harus menyelidiki dengan teliti, agar melihat, apa yang sebenarnya hendak dinyatakan para penulis suci, dan apa yang ingin diwahyukan Allah melalui kata-kata mereka (Bdk. Dei Verbum 12,1).

KGK 110 Untuk melacak maksud para penulis suci, hendaknya diperhatikan situasi zaman dan kebudayaan mereka, jenis sastra yang biasa pada waktu itu, serta cara berpikir, berbicara, dan berceritera yang umumnya digunakan pada zaman teks tertentu ditulis. “Sebab dengan cara yang berbeda-beda kebenaran dikemukakan dan diungkapkan dalam nas-nas yang dengan aneka cara bersifat historis, atau profetis, atau poetis, atau dengan jenis sastra lainnya” (Dei Verbum 12,2).


Jadi Kitab Suci memang dituliskan atas inspirasi dari Allah sendiri, namun Allah melibatkan kemampuan orang- orang pilihan-Nya untuk menuliskan Sabda-Nya melalui kata- kata manusia. Oleh karena itu, jenis sastra juga mempengaruhi ungkapan- ungkapan yang tercantum dalam Kitab Suci, entah itu bersifat historis, profetis atau puitis.

Selanjutnya dalam mengartikan suatu ayat yang sekilas terlihat ‘sulit’, kita harus melihat kaitannya dengan ayat- ayat yang lain dalam Kitab Suci. Katekismus mengajarkan agar dalam menginterpretasikan Kitab Suci maka kita harus:


A: KGK 112. Memperhatikan dengan saksama “isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci“…

B: KGK 113. Membaca Kitab Suci dalam “Tradisi Suci yang hidup dari Gereja secara keseluruhan.”

C: KGK 114. Memperhatikan analogi iman.


Sekarang mari melihat ayat- ayat yang sering ditanyakan:

1. Ul 14:21

“Janganlah kamu memakan bangkai apapun, tetapi boleh kauberikan kepada pendatang yang di dalam tempatmu untuk dimakan, atau boleh kaujual kepada orang asing; sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu.”

Orang Israel dilarang untuk memakan hewan yang mati secara natural, bukan karena alasan kesehatan (higienitas), tetapi karena hewan tersebut dianggap ‘najis’ karena jika dimakan tanpa disembelih dahulu dengan ritual tertentu, maka ada resiko darah binatang yang masih ada di dalam daging bangkai tersebut menjadi termakan. Sedangkan bangsa Israel pada jaman PL dilarang untuk mengkonsumsi darah, karena pada darah diyakini ada nyawa (lih. Ul 12:23). Maka larangan untuk memakan hewan yang mati tanpa mereka sembelih ini berkaitan dengan perintah tersebut. Sedangkan secara keseluruhan larangan meminum darah pada PL ini adalah cara Allah mempersiapkan umat-Nya untuk menghargai makna ‘Darah Kristus Sang Anak Domba Paska’ yang justru kita minum, agar kita menerima rahmat ‘nyawa’/ kehidupan yang kekal (lih. Yoh 6:53-56).

Dengan demikian, tidak benar tuduhan yang mengatakan bahwa Allah sepertinya ingin meracuni orang asing. Allah memperbolehkan agar binatang yang mati secara natural itu diberikan kepada orang asing, karena mereka tidak terikat oleh hukum Musa tentang larangan minum darah tersebut.


2. Kej 3:8-10

“Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: “Di manakah engkau?”

Seperti halnya pada sebuah karya tulis pada umumnya, peran gaya bahasa adalah sangat penting. Demikian juga pada Alkitab, sebab Allah berbicara pada kita dengan menggunakan bahasa manusia. Maka kita perlu memahami gaya bahasa yang digunakan, agar dapat lebih memahami isinya. Secara umum, gaya bahasa yang digunakan dalam Alkitab sebenarnya tidaklah rumit, sehingga orang kebanyakan dapat menangkap maksudnya. Dalam hampir semua perikop Alkitab, sebenarnya cukup jelas, apakah pengarang Injil sedang membicarakan hal yang harafiah atau yang rohaniah. Memang ada kekecualian pada perikop-perikop tertentu, sehingga kita perlu mengetahui beberapa prinsipnya:


1. Simili: adalah perbandingan langsung antara kedua hal yang tidak serupa. Misalnya, pada kitab Dan 2:40, digambarkan kerajaan yang ke-empat ‘yang keras seperti besi’, maksudnya adalah kekuatan kerajaan tersebut, yang dapat menghancurkan kerajaan lainnya.

2. Metafor: adalah perbandingan tidak langsung dengan mengambil sumber sifat-sifat yang satu dan menerapkannya pada yang lain. Contohnya, “Jiwaku haus kepada Allah Yang hidup” (Mzm 42:3). Sesungguhnya, jiwa yang adalah rohani tidak mungkin bisa haus, seperti tubuh haus ingin minum. Jadi ungkapan ini merupakan metafor untuk menjelaskan kerinduan jiwa kepada Allah.

3. Bahasa perkiraan: adalah penggambaran perkiraan, seperti jika dikatakan pembulatan angka-angka perkiraan. Misalnya,“Yesus memberi makan kepada lima ribu orang laki-laki” (Mat 14: 21; Mrk 6:44; Luk 9:14; Yoh 6:10) dapat berarti kurang lebih 5000 orang, dapat kurang atau lebih beberapa puluh.

4. Bahasa fenomenologi: adalah penggambaran sesuatu seperti yang nampak, dan bukannya seperti mereka adanya. Kita mengatakan ‘matahari terbit’ dan ‘matahari terbenam’, meskipun kita mengetahui bahwa kedua hal tersebut merupakan akibat dari perputaran bumi. Demikian juga dengan ucapan bahwa ‘matahari tidak bergerak’ (Yos 10: 13-14).

5. Personifikasi: adalah pemberian sifat-sifat manusia kepada sesuatu yang bukan manusia. Contohnya adalah ungkapan ‘wajah Tuhan’ atau ‘tangan Tuhan’ (Kel 33: 20-23), meskipun kita mengetahui bahwa Tuhan adalah Allah adalah Roh (Yoh 4:24) sehingga tidak terdiri dari bagian-bagian tertentu.

6. Hyperbolisme: adalah pernyataan dengan penekanan efek yang besar, sehingga kekecualian tidak terucapkan. Contohnya adalah ucapan rasul Paulus, “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rom 3:23); di sini tidak termasuk Yesus, yang walaupun Tuhan juga sungguh-sungguh manusia dan juga tidak termasuk Bunda Maria yang walaupun manusia tetapi sudah dikuduskan Allah sejak dalam kandungan (tanpa dosa asal).


Dengan demikian, kalau kita mengartikan semua yang dituliskan di Alkitab secara literal, maka kita dapat salah dalam mengerti pesan yang ingin disampaikan. Dalam ayat yang anda permasalahkan “Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: “Di manakah engkau?” (Kej 3:9), kita dapat melihat adanya gaya bahasa personafikasi. Di sini Tuhan seperti berbicara kepada manusia, sebagaimana layaknya manusia berbicara kepada manusia. Dan pertanyaan yang diajukan oleh Tuhan bukanlah menyatakan bahwa Tuhan tidak tahu, namun sebaliknya Dia tahu segalanya.

Tentu saja, semua orang tahu, bahwa Tuhan, yang maha tahu, pasti tahu di mana keberadaan dari Adam dan Hawa. Di satu sisi yang lain, kita juga dapat melihat adanya suatu arti spiritual. Alkitab ditulis bukan untuk Tuhan, namun ditulis untuk manusia, sehingga manusia dapat mengerti wahyu Allah. Di ayat tersebut, terungkap bagaimana Tuhan senantiasa menjadi penggerak utama, yang mengambil inisiatif agar manusia dapat bersatu dengan Tuhan. Dan di ayat tersebut juga terungkap bagaimana Tuhan bertanya “di manakah engkau” untuk memberikan kesempatan kepada manusia, agar manusia dapat mengakukan dosanya kepada Tuhan, mengakui kesalahan dan kemudian bertobat. Hal ini terlihat dari ayat berikutnya, yaitu “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” (Kej 3:11). Semua pertanyaan-pertanyaan tersebut bukan menunjukkan bahwa Tuhan tidak tahu apa yang diperbuat oleh Adam dan Hawa, namun Tuhan memberikan kesempatan kepada Adam dan Hawa untuk mengaku dosa dan memperbaiki kesalahannya. Namun, kesempatan yang diberikan oleh Allah, justru tidak dapat dimanfaatkan oleh Adam dan Hawa, karena bukannya bertobat, namun mereka saling menyalahkan satu sama lain. Dan inilah yang sering dilakukan oleh manusia sampai saat ini. Dengan demikian, apa yang ditulis di Alkitab senantiasa dapat kita hubungkan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan kita.

Dan tentang Tuhan yang maha tahu, juga disebutkan di dalam Alkitab, seperti yang dapat dilihat di Maz 139:1-6; Ams 5:21:

ALKITAB MENYEBUTKAN BAHWA TUHAN ADALAH MAHA TAHU:

 Dan tentang Tuhan yang maha tahu, juga disebutkan di dalam Alkitab, seperti yang dapat dilihat di Maz 139:1-6; Ams 5:21:

TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; 2 Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. 3 Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi. 4 Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN. 5 Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku. 6 Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya.” (Mzm 139:1-6)

Karena segala jalan orang terbuka di depan mata TUHAN, dan segala langkah orang diawasi-Nya.” (Ams 5:21)

Jadi, tidak ada kebingungan untuk mengerti Allah yang maha tahu, karena Alkitab juga menyebutkannya dengan jelas, bahwa dengan akal budi, kita juga dapat membuktikan bahwa Tuhan adalah maha tahu. Kebingungan akan terjadi, kalau kita membaca Alkitab dan mengasumsikan bahwa semuanya harus diartikan secara literal – tanpa mempertimbangkan gaya bahasa yang dipakai – walaupun pada awalnya kita senantiasa harus melihat terlebih dahulu pengertian secara literal. Untuk menghindari kebingungan interpretasi, maka kita dapat melihat konteks ayat-ayat tersebut secara keseluruhan, mengerti apa yang dituliskan (literal), melihatnya dalam terang Perjanjian Baru, dan melihat interpretasi secara spiritual. Semoga hal ini dapat menjawab keberatan anda.



3. Kej 21:1-2

“TUHAN memperhatikan Sara, seperti yang difirmankan-Nya, dan TUHAN melakukan kepada Sara seperti yang dijanjikan-Nya. Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya.”

Terus terang saja, saya tidak mengerti mengapa dari ayat tersebut di atas, si penuduh langsung berkesimpulan bahwa Allah menggauli Sara. Ayat di atas sesungguhnya berhubungan dengan ayat dalam beberapa perikop sebelumnya, yaitu Kej 18:10-14, di mana Allah berjanji kepada Abraham dan Sara bahwa pada tahun berikutnya Sara akan melahirkan seorang anak laki- laki bagi Abraham. Pada saat mendengar janji ini Sara tertawa, karena menganggap tidak mungkin lagi baginya maupun Abraham untuk berhubungan suami istri karena mereka sudah tua. Namun Tuhan mengatakan, tidak ada yang mustahil bagi-Nya.


4. Kej 6:6-7

“maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya. Berfirmanlah TUHAN,” Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu… sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka.”

Pada perikop ini, dipergunakan gaya bahasa antropomorfis, yang artinya menggambarkan Allah dari perspektif manusia, atau menggunakan penggambaran yang umum digunakan oleh manusia. Gaya bahasa macam ini memang digunakan di dalam Alkitab, Maka jika dikatakan Allah menyesal, itu adalah untuk menggambarkan, bahwa jika manusia yang ada di posisi Allah, maka ia akan menyesal. Namun sebenarnya, Allah sendiri telah mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi, sebab Ia adalah Maha Tahu, sehingga keputusan-Nya tidak berubah. Tentang Allah yang tidak berubah ini disebutkan dalam Bil 23:19. Jadi ungkapan “Allah menyesal” ini adalah untuk menghubungkan akan apa yang kemungkinan dirasakan oleh Allah, jika ditinjau dari sudut pandang manusia.



5. Kej 8:21

Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya: “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia…. Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan.”

Ada yg mempertanyakan bagaimana penulis kitab Kejadian tersebut dapat mengetahui, jika Tuhan hanya berfirman dalam hati? Tentu bagi kita yang percaya bahwa Tuhan sendiri yang memberi inspirasi terhadap penulisan Kitab Suci ini, ini tidaklah menjadi masalah. Sebab penulis itu tidak menulis kitab dari dirinya sendiri, tetapi atas pewahyuan dari Allah. Jadi kalau Allah berfirman demikian di dalam Diri-Nya, dan Ia ingin agar firman ini diketahui oleh umat-Nya, maka Ia mewahyukan hal ini kepada sang penulis. Bahwa kemudian penulis mengatakan, “berfirmanlah Tuhan di dalam hati-Nya”; di sini kembali digunakan istilah antropomorfis (dihubungkan dengan istilah yang dipakai manusia), untuk menggambarkan bahwa firman itu dikatakan Allah di dalam Diri-Nya sendiri; karena jika ini terjadi pada manusia, manusia mengatakannya sebagai “berkata dalam hati”.


6. Yes 5:26

“Ia akan melambaikan panji-panji kepada bangsa yang dari jauh, dan akan bersuit memanggil mereka dari ujung bumi…. “

Mengapa Allah dapat “bersuit”. Namun seperti telah dijabarkan di atas, di sini digunakan istilah antropomorfis untuk menggambarkan bahwa Allah sendirilah yang memanggil para bangsa dari segala ujung bumi. Di sini istilah “bersuit” adalah istilah yang sering dipergunakan oleh manusia, yaitu kepala pasukan pada saat mengumpulkan para prajuritnya; atau gembala, yang bersuit untuk memanggil kawanan ternaknya. Jadi istilah ini hanya untuk menunjukkan bahwa Allah sendirilah yang menjadi kepala, atau gembala, dari kawanan umat-Nya.Tidak semua kata bermakna harfiah : Makna alegoris. Makna figuratif, metafora, ibarat dan typologi. Kita akan menemukan banyak bahasa alegoris dalam Alkitab. 


7. Yer 25:30

“…nubuatkanlah segala firman ini kepada mereka. Katakanlah kepada mereka: TUHAN akan… mengaum hebat terhadap tempat penggembalaan-Nya, suatu pekik, seperti yang dipekikkan pengirik-pengirik buah anggur, terhadap segenap penduduk bumi.”

Istilah “mengaum” di sini berhubungan dengan bagaimana Allah menjaga dan mengembalakan umat-Nya di Yerusalem dan Yehuda, suatu metafor tentang penggembalaan. Ia mengeluarkan “pekik” seperti halnya pekik para pengirik anggur/ para petani para waktu panen. Ini adalah penggambaran metafor tentang akhir dunia nanti, bahwa Pengadilan Terakhir bagi segenap manusia itu serupa dengan masa panen/ masa menuai di mana lalang akan dipisahkan dari gandum (lih. Mat 13:30). Tuhan "mengaum" tidak berarti Tuhan jadi macan dulu dan mengaum, bukan?!
Alkitab seringkali menuliskan sebuah pengajaran tidak dengan "letterlig", banyak sekali figuratif-figuratif didalamnya. Jadi tidak selalu dimaksudkan seperti apa adanya menurut arti lahiriah.

Kitab-kitab seperti Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkotbah, dan Kidung Agung adalah contoh-contoh kitab yang isinya berbentuk Puisi (poetical) mengungkapkan pergumulan batin manusia dengan Tuhannya yang diutarakan dalam bahasa sastra yang indah. Demikian juga Kitab Yesaya dan Kitab Yeremia banyak menjabarkan kejahatan manusia menyembah illah-illah lain diibaratkan sebagai "perzinahan" yang bersifat rohani, Alkitab menulis "Allah adalah pencemburu" (Ulangan 5:9, Nahum1:1-3 dan ada banyak lagi ayat-ayat sejenis).


8. Yes 7:20

“Pada hari itu dengan pisau cukur yang dipinjam dari seberang sungai Efrat, yakni raja Asyur, Tuhan akan mencukur kepala dan bulu paha, bahkan pisau itu akan melenyapkan janggut juga.”

Kembali di sini digunakan gaya bahasa antropomorfis, untuk menggambarkan bahwa Allah-lah yang memangkas umat-Nya di Yehuda, dengan menggunakan bangsa Babilonia atas pimpinan Raja Asyur. Lalu istilah mencukur kepala, bulu paha dan janggut, itu adalah istilah metafor/ perumpamaan yang menyatakan akan diusirnya bangsa Israel (seperti halnya rambut yang dipangkas). Hal ini diizinkan Allah terjadi, oleh karena mereka telah berdosa di hadapan Allah, seperti yang disebutkan dalam awal kitab Yesaya (lih. Yes 1). Maka ini merupakan nubuat kehancuran bangsa Israel karena invasi bangsa Asyur/ Babilonia 701 BC, di mana sekitar 200.150 orang Israel/ Yehuda dideportasi.



9. Yes 42:13-14

“TUHAN keluar berperang seperti pahlawan, seperti orang perang Ia membangkitkan semangat-Nya untuk bertempur; Ia bertempik sorak, ya, Ia memekik, terhadap musuh-musuh-Nya Ia membuktikan kepahlawanan-Nya. Aku membisu dari sejak dahulu kala, Aku berdiam diri, Aku menahan hati-Ku; sekarang Aku mau mengerang seperti perempuan yang melahirkan, Aku mau mengah-mengah dan megap-megap.”

Pada ayat ini, kembali yang digunakan adalah gaya bahasa antropormofis, untuk menggambarkan sifat Allah dengan istilah manusia. Dalam hal ini, yang ingin digambarkan adalah kesetiaan Allah untuk bertempur membela umat pilihan-Nya yang setia kepada-Nya, yang dipanggil-Nya untuk diselamatkan (lih. Yes 42: 6). Maka penggambaran sebagai seorang perempuan yang melahirkan adalah untuk menggambarkan betapa Allah sangat menantikan saatnya di mana Ia akan memuliakan kembali umat-Nya. Betapa Allah menghendaki kembalinya bangsa Israel, seperti seorang ibu menantikan kelahiran anaknya, dan berjuang untuk melahirkannya.

10. Hos 3:1

“Berfirmanlah TUHAN kepadaku: “Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti TUHAN juga mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah lain dan menyukai kue kismis.”

Ada yg menanyakan, mengapa Allah menyuruh Nabi Hosea melacur; padahal yang melacur itu adalah istrinya, dan bukan Nabi Hosea. Jadi ayat ini maksudnya adalah demikian: Bangsa Israel telah berpaling dari Allah, dengan menyembah allah- allah lain, seperti seorang istri yang telah berpaling dari suaminya. Supaya umat Israel memahami kesalahan mereka yang besar ini, Allah menyuruh nabi-Nya, Hosea, untuk menikahi seorang perempuan sundal (lih. Hos 1: 2). Setelah perempuan itu melahirkan anak- anak bagi Hosea, kembali perempuan itu menjadi tidak setia dan berpaling kepada para kekasihnya (lih. Hos 2:2-13). Namun, Hosea tidak dapat melupakan istrinya itu, sama seperti Allah mengasihi bangsa Israel, meskipun bangsa itu telah “melacur” dengan menyembah allah- allah lain yang disembah oleh bangsa- bangsa di Kanaan. Istilah “menyukai kue kismis” adalah istilah yang mengacu kepada para bangsa penyembah dewa Baal, seperti orang- orang Moab (lih. Yes 16:7). Terlihat di sini bahwa kisah Hosea bukan semata dongeng yang tidak masuk akal, tetapi justru sangat terkait dengan kehidupan bangsa Israel sendiri, yang memang pada waktu itu tidak setia kepada Allah.

Demikianlah sekilas yang dapat saya tuliskan tentang pertanyaan dan tuduhan brutal serta palu dari non kristiani. Sebagai penutup saya ingin mengutip kembali apa yang diajarkan oleh Katekismus, tentang bagaimana kita harus menginterpretasikan Kitab Suci agar dapat kita mengerti maknanya:
KGK 111 Oleh karena Kitab Suci diilhami, maka masih ada satu prinsip lain yang tidak kurang pentingnya guna penafsiran yang tepat karena tanpa itu Kitab Suci akan tinggal huruf mati saja: “Akan tetapi Kitab Suci ditulis dalam Roh Kudus dan harus dibaca dan ditafsirkan dalam Roh Kudus itu juga” (Dei Verbum 12,3).
Artinya kita harus membaca dan menginterpretasikannya sesuai dengan tuntunan Roh Kudus yang sama, yang oleh-Nya kitab itu dituliskan. Jika Kitab Suci dibaca tanpa bimbingan Roh Kudus, maka kata- kata yang tercantum di sana hanya merupakan kata- kata belaka, yang bahkan terdengar ‘janggal’.  Namun kalau dipelajari, direnungkan, dilihat kaitannya dengan ayat- ayat yang lain dalam Kitab Suci, maka kita dapat memahami maknanya, dan menemukan di dalamnya pesan yang hidup dari Allah sendiri. Maka penting bahwa sebelum membaca Kitab Suci kita harus berdoa terlebih dahulu. Tanpa doa dan asal membaca saja, dapat mengakibatkan kesalahpahaman, dan inilah yang harus kita hindari. Alkitab bisa disebut karya sastra bila nilai nilai kesusasteraannya anda pandang ada. Dan Anda pun bisa memandangnya sebagai buku manual kehidupan spiritual anda bila anda Pengikut Kristus. Anda bisa juga memandangnya sebagai Dongeng atau fabel bila anda tidak yakin isinya.

 Semoga kita semua selalu terdorong untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci dan senantiasa dibimbing oleh Roh Kudus agar mampu memahami maknanya.


SALAM DAMAI KRISTUS...





Tidak ada komentar:

Posting Komentar