Siapakah Kristus itu bagi kita? Siapakah Kristus itu sebenarnya?
Pertanyaan-pertanyaan serupa ini seharusnya mengantar kita untuk lebih
mengenal dan mengasihi Dia. Ia menjadi Penyelamat kita manusia, karena
Ia adalah sungguh-sungguh Allah, dan sungguh-sungguh manusia. Karena
Kristus adalah Allah, maka Ia sudah ada sebelum dunia ini diciptakan.
Namun Ia rela menjelma menjadi manusia, karena mengasihi kita. Pada saat
waktunya genap, Ia memilih untuk dilahirkan ke dunia, maka Putera
Tunggal Allah yang tak terbatas, masuk ke dalam sejarah manusia. Hakekat
ke-Allahan dan ke-manusiaan Kristus ini adalah ciri khas Yesus, yang
membuat-Nya berbeda dari para nabi ataupun orang kudus manapun.
YESUS SUNGGUH ALLAH DAN SUNGGUH MANUSIA
Bagi orang KRISTIANI, sebutan bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan
sungguh manusia, tidaklah asing. Namun apakah kita sungguh memahaminya?
Apakah kita mengetahui dasar-dasarnya mengapa dikatakan bahwa Yesus
Kristus adalah Putera Tunggal Allah yang menjadi manusia, sehingga Ia
adalah sungguh-sungguh Allah, dan sungguh-sungguh manusia?
Ya, istilah Teologi yang menjelaskan ciri khas Pribadi Yesus ini adalah “HYPOSTATIC UNION“.
Ini merupakan misteri Kristus yang tidak sepenuhnya dapat kita pahami
selama kita hidup di dunia ini, namun begitu jelas diajarkan dalam
Alkitab. Yesus Kristus adalah Juru Selamat manusia yang menghapuskan
dosa-dosa kita. Yesus adalah Pengantara kita yang menghubungkan kita
dengan Allah. Sebagai manusia, Yesus dengan kehendak bebas-Nya
mempersembahkan kurban penghapus dosa, yaitu diri-Nya sendiri, dan
karena Ia adalah Tuhan, maka korban-Nya ini bernilai tak terbatas,
sehingga mampu menghapus semua dosa manusia di sepanjang sejarah. Jika
Gereja Katolik mempertahankan kebenaran ini, adalah karena kedua hal
ini, ke-Allahan Yesus dan kemanusiaan-Nya, adalah “kedua hal yang sama
pentingnya dalam karya keselamatan Allah.”
Pengertian tentang ke-Allahan dan kemanusiaan Yesus sangatlah
penting, jika kita ingin mengenal siapa Yesus yang sesungguhnya. Tanpa
pemahaman ini, kita akan mempunyai gambaran yang keliru tentang Yesus
Kristus. Dewasa ini kita mengenal teori-teori baru dari para peneliti
Alkitab/ exegete modern yang berusaha memisahkan Kristus yang kita imani dengan Yesus menurut sejarah (THE CHRIST OF FAITH AND THE JESUS OF HYSTORI).
Pandangan ini sesungguhnya berakar dan tidak terlepas dari pendapat
yang mengatakan bahwa selama hidup-Nya di dunia (33.5 tahun) Yesus itu
‘hanya’ manusia biasa, bukan Tuhan [walaupun disertai oleh Allah Bapa
dan Roh Kudus secara istimewa]; dan baru setelah kebangkitan-Nya, Yesus
adalah Tuhan.
Pandangan di atas mengambil dasar utama dari Fil 2: 6-11 yang
mengatakan bahwa Kristus Yesus, “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia…. Ia telah
merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu
salib….” Pandangan ini dikenal dengan ajaran Martin Luther,PROTESTANT KENOTIC CHRISTOLOGY,
yang pada dasarnya bukan memahami bahwa Yesus mempunyai 2 kodrat (yaitu
Allah dan manusia) dalam satu Pribadi-Nya semasa hidup-Nya di dunia,
melainkan membaginya menjadi dua tahapan: tahap pengosongan (state of self-emptying) dan tahap pemuliaan (state of self exaltation)
sesudah kebangkitan. Dengan demikian, Luther tidak membedakan kodrat
dan Pribadi Yesus, sehingga sebenarnya ajarannya mempunyai kemiripan
dengan campuran ajaran Arianism dan MONOPHISITISM, ajaran yang
menyimpang pada abad ke-3 dan ke-5.
Jika kita mempelajari sejarah Gereja, kita akan mengetahui bahwa
interpretasi yang dipegang oleh Bapa Gereja adalah bahwa yang dimaksud
oleh Paulus dalam “pengosongan diri” ini adalah bahwa Pribadi kedua dari
Trinitas yaitu Sang Firman Allah, mengambil rupa manusia melalui
Inkarnasi, agar dengan demikian Ia dapat menderita dan mati.
Maka dikatakan Ia yang “dalam rupa Allah…. mengambil rupa seorang
hamba” sehingga di dalam rupa tersebut Ia “merendahkan diri-Nya dan taat
sampai mati …di kayu salib.” Maka disini yang tidak dipertahankan
Kristus adalah ketidakterbatasanNya sebagai Allah, bahwa sebagai Allah
Ia tidak mungkin menderita dan mati, sedangkan dengan menjelma menjadi
manusia Ia dapat menderita dan mati. Maka dari teks itu sendiri
sebenarnya tidak menunjukkan bahwa dengan mengambil rupa sebagai manusia, Yesus berhenti menjadi Allah. Sebab dari kodrat-Nya, ALLAH TIDAK MUNGKIN BERHENTI MENJADI ALLAH, ataupun
berubah dari yang sempurna -dalam Trinitas- menjadi tidak sempurna
-.Karena kalau
demikian, maka Allah mempertentangkan Diri-Nya sendiri dan ini tidak
mungkin (lih.2 Tim 2:13).
Tuhan tidak mungkin berhenti menjadi Tuhan, atau berubah menjadi
tidak sempurna. Di atas semua itu, mari kita merenungkan kebenaran yang
tertulis dalam Mzm 49:8-9, bahwa seorang manusia tidak akan bisa
memberikan tebusan (dosanya) kepada Allah; maka untuk itu, untuk menjadi
tebusan dosa bagi banyak orang, maka Yesus tidak mungkin ‘hanya’
manusia, Ia harus sekaligus Allah, agar dapat menyelamatkan umat manusia
dengan wafat-Nya di kayu salib.
Jika kita memahami kodrat Allah, maka kita mengetahui bahwa Allah
tidak dapat menjadi tidak sempurna. Allah Trinitas adalah Allah yang
maha sempurna dan kekal, alfa dan omega, dan sungguh tidak terbatas oleh
waktu. Maka jika ada yang terbatas dalam diri Yesus itu adalah karena
keterbatasan kodrat manusia (yang terbatas oleh ruang dan waktu),
sedangkan kuasa-Nya sebagai Allah tetap sempurna. Karena itulah, dalam
penjelmaan-Nya sebagai manusia Ia dapat mengampuni dosa dalam nama-Nya
sendiri (Mt 9:2-8; Mk 2:3-12; Lk 5:24, 7:48), melakukan banyak mukjizat
dalam nama-Nya (Mat 8: 26; 14: 13-20; Mrk 6:30-44; Luk 9: 10-17; Yoh
6:1-13), mengusir setan (Mat 8:28-34), menyembuhkan yang sakit (Mat
8:1-16, 9:18-38, 14:36, 15: 29-31) dan membangkitkan orang mati dalam
nama-Nya sendiri (Luk 7:14; Yoh 11:39-44), dan para malaikatpun melayani
Dia (Mat 4:11). Ini tidak mungkin terjadi, jika pada waktu
penjelmaan-Nya Ia bukan Allah.Yesus itu sungguh-sungguh Allah, dari
segala perkataan dan perbuatan yang dilakukan-Nya. Untuk menilai bahwa
ucapan dan perbuatan Yesus itu “hanya” perbuatan manusia biasa adalah
sikap yang “menutup mata” terhadap kenyataan yang sesungguhnya tidak
perlu dibuktikan. Menolak untuk percaya bahwa selama 33.5 tahun
hidup-Nya di dunia Yesus bukan Tuhan, adalah suatu bentuk distorsi
pengenalan akan Pribadi Yesus. Ini hampir saja serupa bahwa seseorang
menolak kenyataan bahwa matahari itu sumber terang, walaupun sudah
jelas-jelas cahayanya tersebar ke mana-mana.
Mereka yang menganggap Yesus “hanya” manusia biasa semasa hidupnya,
menyetarakan Dia dengan para nabi sebelum Kristus. Padahal, kita
mengingat bahwa bahkan para nabi tersebut, tidak pernah mengampuni dosa
ataupun melakukan mukjizat dalam nama mereka sendiri, ataupun mengajar
dengan otoritas mereka sendiri. Lihat saja bagaimana ungkapan ayat-ayat
Alkitab dalam PL, dimana berkali-kali disebutkan, “Berfirmanlah Allah
kepada (Musa/ nabi-Nya)…. “, sedangkan dalam Injil, Yesus tak terhitung
mengatakan, “Tetapi Aku berkata kepadaMu….” Jangan lupa bahwa para nabi
bahkan sudah menubuatkan kedatangan hamba Tuhan yang adalah Allah
sendiri.
Berikutnya, pandangan ini (PROTESTANT KENOTIC CHRISTOLOGY)
juga mengambil ayat- ayat dari Rom 4:24, 6:4, 8:11; 1Kor 4:14, 1Kor
6:14, Kis 2:24, 3:25, 10:40, yang mengatakan bahwa Yesus itu
“dibangkitkan” oleh Allah. Sehingga kesimpulan pendapat ini adalah Yesus
bukan Allah sehingga tidak dapat bangkit sendiri melainkan perlu
dibangkitkan oleh Allah. Padahal di ayat-ayat yang lain dalam Alkitab
juga dikatakan demikian, bahwa Yesus bangkit (bukan dibangkitkan), misalnya di Mat 28:6; Mk 16:6, 9; Luk 24:34.
Apakah ayat-ayat tersebut bertentangan? Tentu tidak! Kuncinya adalah, 1) kita harus memahaminya dengan pemahaman para rasul itu sendiri; 2) kita membaca ayat-ayat tersebut dan juga Flp 2:6-11 dengan kesatuan dengan ayat-ayat Alkitab yang lain.
Dengan demikian, kita mengetahui bahwa para rasul percaya bahwa Yesus,
semasa hidupNya, adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh manusia. Maka
dari kodrat-Nya sebagai manusia Ia dibangkitkan Allah, sedangkan dari kodrat-Nya sebagai Allah, maka Ia bangkit dengan kuasa-Nya sendiri.
Ini adalah pemahaman Gereja sejak awal mula dan berkali-kali
ditegaskan, namun yang paling jelas dalam Konsili Chalcedon (451), di
mana dikatakan:
“Kristus mempunyai dua kodrat, yang tidak tercampur baur, tanpa perubahan, tidak dapat dibagi-bagi dan dipisahkan…. Ia menjadi satu Pribadi dan satu hakikat (hypostatis), tidak terbagi menjadi dua pribadi, namun kedua kodrat itu membentuk Pribadi Yesus yang unik, satu dan sama.”
Singkatnya, sudah seharusnya hal ‘pengosongan diri’ Kristus (Fil 2:6-11)
dan perihal kata ‘dibangkitkan’, jangan dilepaskan konteksnya dengan
keseluruhan Alkitab yang menyatakan bahwa Yesus pada saat hidupnya di
dunia itu sungguh- sungguh Allah, walaupun Ia juga sungguh-sungguh
manusia. Pandangan yang melepaskan konteks itu sebenarnya bukan
merupakan pengajaran para rasul, dan jika diperhatikan juga bukan
merupakan maksud Rasul Paulus yang menuliskannya. Silakan membaca
tulisan Rasul Paulus yang lain, yang menujukkan bahwa Yesus adalah Allah
pada saat penjelmaan-Nya sebagai manusia seperti yang tertulis pada
surat kepada jemaat di Kolose dan Ibrani.
DASAR DARI ALKITAB:
Maka mari dengan kerendahan hati, kita merenungkan ayat-ayat Alkitab
berikut ini yang mendasari para Bapa Gereja mengajarkan adanya dua
kodrat (yaitu Allah dan manusia) dalam satu Pribadi Yesus. Mari kita
memohon rahmat Roh Kudus agar kita dimampukan untuk melihat kedalaman
misteri Allah ini, seperti yang diwahyukan-Nya sendiri kepada kita
melalui Kitab Suci:
1. Kesaksian dari Rasul Yohanes, murid yang dikasihi
Yesus secara istimewa, menunjukkan bahwa Yesus adalah Tuhan. Justru
karena kedekatannya dengan Yesus, maka kita selayaknya percaya kepada
kebenaran kesaksian Rasul Yohanes tentang Yesus. Yoh 1:1 14: “Pada
mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah…..
Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita
telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya
sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.”
Rasul Yohanes memulai Injilnya dengan menyatakan bahwa Yesus adalah
Tuhan. Sesungguhnya, untuk membuktikan ke- Allahan Yesuslah maka Yohanes
menuliskan Injilnya, yang merupakan kitab Injil yang terakhir. Dalam
Yoh 20:31 dikatakan, “tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat,
supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.”
Jadi, karena Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah sendiri, maka artinya, kebersamaan dengan Allah dalam kepenuhannya itu tidak terputuskan oleh penjelmaan-Nya menjadi manusia dalam diri Yesus.
2. Kesaksian Rasul Petrus: Mat 16:16, “Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”
Rasul Petrus adalah orang yang pertama mengakui dengan mulutnya tentang
ke-Allahan Yesus semasa Yesus hidup di dunia. Dan Yesus membenarkan
iman Petrus ini, dengan mengatakan bahwa Bapa di sorgalah yang
menyatakan hal ini kepadanya (ay.17). Yesus kemudian mempercayakan
Gereja-Nya ke dalam pimpinan Petrus (ay. 18) Gereja Katolik dengan setia
mengajarkan pengakuan iman Petrus ini, bahwa Yesus Kristus, adalah
sungguh Anak Allah yang hidup. Mesias Anak Allah yang hidup ini tidak
bisa direduksi menjadi manusia biasa yang bukan Allah, sebab jika
demikian, Ia bukan sungguh-sungguh Anak Allah.
Setelah kebangkitan Kristus, Rasul Petrus memberikan kesaksian di hadapan Mahkamah Agama, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia [Yesus Kristus], sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kis 2:14).
Sebab hanya di dalam nama Tuhan-lah manusia dapat diselamatkan.
3. Kesaksian dari Malaikat Gabriel, yang berkata
kepada Bunda Maria, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang
Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan
itu akan disebut kudus, Anak Allah.” (Luk 1: 35). Maka
kita ketahui bahwa oleh Roh Kudus yang turun atas Maria, maka Yesus
bukanlah manusia biasa, namun Anak Allah.
4. Perkataan Elisabet yang ditujukan kepada Bunda Maria, dalam Luk 1:42: “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” Jika Yesus hanya manusia biasa, tentu Elisabet tidak berkata demikian.
5. Kesaksian Yesus sendiri tentang Diri-Nya Luk
2:49: Perkataan Yesus yang pertama yang dicatat di Alkitab adalah
pernyataan-Nya tentang identitas-Nya sebagai Putera Allah, “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Sedangkan kehidupan publik Yesus dimulai dengan pernyataan Allah Bapa kepada Yesus pada saat Pembaptisan di sungai Yordan, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi,
kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Mat 3:17). Jika yang memberi kesaksian
tentang Yesus sebagai Putera Allah adalah Allah Bapa sendiri, maka
selayaknya kita percaya bahwa Yesus adalah Allah.
Yoh 8:58: Yesus sendiri mengatakan bahwa Ia adalah Allah dengan mengatakan bahwa Ia sudah ada sebelum Abraham, “sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.”
Jika Ia “hanya” manusia biasa, Ia tidak dapat berkata demikian, sebab
sebagai manusia biasa Ia tidak mungkin ada sebelum Abraham.
Perkataan-Nya ini hanya masuk di akal jika Ia adalah Allah yang
keberadaan-Nya tak terbatas oleh waktu, dan kemudian menjadi manusia
sehingga dapat mengatakan pernyataan tersebut dengan ucapan mulut
manusia dalam diri Yesus.
Yoh 13:13, “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.”
Ini adalah pernyataan yang sangat jelas, yang dikatakan Yesus dalam
Perjamuan Terakhir, sebelum kebangkitan-Nya. Maka tidak mungkin bahwa Ia
baru menjadi Tuhan setelah kebangkitan-Nya, sebab jika demikian, maka
Ia tidak akan berkata demikian kepada para murid-Nya.
Selanjutnya, kita harus dengan jeli melihat bahwa di seluruh Injil,
dalam mengidentifikasikan diri-Nya sebagai Anak Allah, Yesus tidak
menyamakan Diri-Nya secara persis dengan kita yang juga disebut
anak-anak Allah. Kita yang percaya kepada-Nya adalah anak-anak angkat
Allah, sedangkan Kristus adalah Anak Allah yang Tunggal yang sehakekat
dengan Allah (istilahnya, homo-ousios, the only begotten Son). Maka tepatlah jika Yesus mengatakan, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa…Percayalah
kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku” (Yoh 14:9,
11) Tidak ada satu nabipun yang dapat berkata demikian; tidak ada
seorang manusiapun yang berhak berkata demikian, kalau Ia bukan
sekaligus Allah.
6. Sekarang mari kita melihat kesaksian Rasul Paulus dalam surat-suratnya untuk melihat keutuhan pengajaran Rasul Paulus:
Kol 1:15-20: “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan….. karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu….. Ia yang lebih utama dari segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia dan
oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang
ada di bumi, maupun yang ada di surga sesudah Ia mengadakan pendamaian
oleh darah salib Kristus. ”
Yesus menjadi “gambar Allah” yang hidup pada saat Ia menjelma menjadi manusia.
Dan kepenuhan Allah ini adalah kesempurnaan Allah yang diam di
dalam-Nya, sehingga artinya selama hidup-Nya di dunia dan
selama-lamanya, Yesus adalah Allah. Jika tidak demikian, tentunya tidak
dikatakan “kepenuhan Allah diam di dalam Dia.” Selanjutnya, justru karena kodrat-Nya sebagai Allah dan manusia, maka Ia dapat “mengadakan pendamaian” antara Allah dan manusia.
Jika Ia hanya manusia biasa saja, maka Ia tidak bisa mendamaikan Allah
dan manusia dengan sempurna; sebab Ia hanya seperti nabi-nabi yang lain
yang datang sebelum Kristus. Ini tidak sesuai dengan nubuat para nabi,
dan bahkan pengajaran Yesus sendiri dalam perumpamaan penggarap kebun
anggur (Mat 21:33-46; Luk 20: 9-19). Kalau Ia ‘hanya’ manusia biasa yang
bukan Allah, Ia tentu tidak mengajarkan demikian.
Maka Flp 2:6-7 ” Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah…..
mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan
menjadi manusia”, selayaknya dibaca berdampingan dengan Kol 1:15-20,
yang menyatakan keistimewaan dan keutamaan Kristus yang tidak terdapat
dalam manusia yang lain, justru karena Ia adalah Tuhan. Sebab hanya di
dalam Tuhanlah segala sesuatu dapat diciptakan. Dan Tuhan yang di dalamNya semua diciptakan ini menjelma menjadi manusia dalam rupa seorang hamba,
agar gambaran Allah yang merendahkan Diri dapat diwujudkan. Maka
walaupun “mengosongkan diri” selama hidup-Nya di dunia, Yesus tetaplah
Tuhan; hanya saja, Ia mengambil rupa manusia.
Ibr 1: 2-3: “Pada jaman akhir ini, Ia (Allah) telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya,
yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada…..
Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah.”
Kita ketahui bahwa “Allah telah berbicara” melalui Yesus kepada para rasul dan pengikut-Nya pada saat Ia menjelma menjadi manusia.
Pada saat menjadi manusia itulah Yesus menjadi gambaran Allah yang
hidup, yang sebelum penjelmaan-Nya tidak kelihatan. Karena Yesus adalah
“cahaya kemuliaan Allah”, maka tidak mungkin Ia berhenti menjadi Allah,
karena Allah tidak mungkin kelihangan “cahaya kemuliaan-Nya” walaupun hanya 33.5 tahun.
Maka ini sangat cocok dengan perkataan Yesus sendiri pada Yoh 17:4-5, di mana Ia berkata, “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya. Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.”
Gal 4:4-5: “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya,
yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia
diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya
kita diterima menjadi anak.” Maka dari ayat ini terlihat bagaimana Rasul
Paulus membedakan Yesus sebagai Anak Allah yang diutus oleh Allah Bapa,
sedang kita adalah anak yang ‘diangkat’ karena ditebus oleh Kristus
Anak-Nya yang Tunggal.
Jadi, kita adalah anak-anak angkat Allah di dalam Kristus
(Ef 1:5), karena kita baru dapat disebut anak-anak Allah, jika kita
mempunyai hidup ilahi yang diberikan oleh Kristus kepada kita, yaitu
jika kita menerima Roh Kudus-Nya (lih. Rom 8:11). Hidup ilahi oleh Roh
Kudus ini tidak terputuskan, sebab justru Roh Kudus itulah yang
menjadikan Yesus, yang menjadi janin dalam rahim Bunda Maria, sebagai
Anak Allah yang menjelma menjadi manusia.
COMMUNICATIO IDIOMATUM DALAM DIRI YESUS
Maka berdasarkan penjelasan di atas, Gereja Katolik mengajarkan, dalam satu Pribadi Yesus terdapat dua kodrat yaitu Allah dan manusia, sehingga terdapat predikat-predikat yang dapat ditujukan kepada kedua kodrat itu yang ditujukan pada satu Pribadi Yesus. Predikat-predikat yang sesuai dengan kedua kodrat ini yang ditujukan pada satu Pribadi Yesus dalam Teologi disebut sebagai “Communicatio Idiomatum.” Ini kita lihat jelas dalam ayat-ayat Alkitab, sebagai berikut:
1. Mi 5:1: Mesias adalah seorang yang akan lahir di Betlehem
(kemanusiaan Kristus) yang permulaannya sudah sejak purbakala
(ke-Allahan Kristus).
2. Yes 9:5: Seorang anak laki-laki akan lahir (kemanusiaan Kristus)
yang akan disebut sebagai Allah yang perkasa (ke-Allahan Kristus).
3. Yoh 8:58: Yesus berkata (dalam kemanusiaannya), bahwa sebelum Abraham jadi, Aku ada (ke-Allahan Kristus).
4. Yoh 14:6: Yesus berkata, “Aku adalah jalan (mengacu kepada
kemanusiaan-Nya), Kebenaran dan Hidup” (mengacu kepada ke-Allahan-Nya).
5. Fil 2:5-11: Allah mengambil rupa seorang hamba, menjadi manusia dan wafat di kayu salib (kemanusiaan dan ke-Allahan Kristus).
6. 1 Kor 2:8, dikatakan “…kalau sekiranya mereka [penguasa dunia]
mengenal-Nya, mereka tidak akan menyalibkan Tuhan yang mulia.” Kristus
adalah Tuhan yang mulia dalam ke-Allahan-Nya, yang disalibkan dalam
kemanusiaan-Nya. Jika dikatakan dalam Injil, “Yesus mati”, maka yang
dikatakan mati di sini adalah Yesus dalam seluruh kepribadiaan-Nya, yang
adalah Tuhan dan manusia. Memang secara hakekat, Tuhan tidak bisa mati,
namun dalam Pribadi Yesus terdapat juga kodrat manusia selain dari
kodrat Tuhan, maka Yesus dapat mati. Namun justru karena hakekat/ kodrat
Yesus sebagai Allah, maka Ia dapat bangkit dari kematian-Nya, dan ini
menjadi mukjizat yang terbesar yang dilakukan oleh-Nya (Mat 28:1-10; Mk
16:1-8; Luk 24:1-12; Yoh 20:1-10).
KESIMPULAN:
Dengan mempelajari dan merenungkan ayat- ayat Alkitab dan juga
tulisan para Bapa Gereja, sesungguhnya kita dapat melihat secara
obyektif bahwa sejak dari awal sesungguhnya iman para rasul dan para
Bapa Gereja adalah: dalam Diri Yesus, Putera Allah yang menjelma menjadi manusia, terdapat dua kodrat yaitu Allah dan manusia.
Sehingga Yesus Kristus dalam hidupnya di dunia adalah sungguh Allah dan
sungguh manusia. Jadi anggapan yang mengatakan bahwa Yesus hanya
manusia biasa ketika hidup selama 33.5 tahun di dunia (pandangan Kenotik
Protestan) sebenarnya merupakan ajaran yang dipelopori oleh Martin
Luther, namun ajaran ini tidak pernah diajarkan oleh para rasul dan para
Bapa Gereja. Martin Luther mengajarkan Fil 2:7 dengan melepaskan
konteksnya dengan ayat-ayat lainnya di Alkitab, atau tepatnya
menggabungkan dengan beberapa ayat lainnya yang kelihatannya mendukung
pendapatnya dan menginterpretasikannya kemudian bahwa Putera Allah
berhenti menjadi Allah selama 33.5 tahun sewaktu Yesus hidup di dunia.
Sesungguhnya kenyataan ini layak membuat kita semua merenung dan
menyadari bahwa dengan merenungkan Alkitab saja, tanpa membaca
pengajaran para rasul dan Bapa Gereja dapat menghantar kita pada
kesimpulan yang keliru, yang tidak saja tidak sesuai dengan ayat-ayat
Alkitab lainnya, namun juga tak sesuai dengan akal sehat. Namun tentu
saja, kita tak bisa memaksakan apa yang menjadi ajaran Gereja Katolik
kepada mereka yang tidak dapat atau tidak mau menerimanya. Hanya mereka
yang mencari kebenaran dan memiliki keterbukaan akan pimpinan Roh Kudus,
akan melihat kebenaran dari ajaran para Bapa Gereja yang dijaga dengan
setia oleh Magisterium Gereja Katolik.
Memang jika seseorang menutup mata terhadap kenyataan sejarah dan
pengajaran para Bapa Gereja, ia dapat menginterpretasikan suatu ayat,
sesuai dengan pengertiannya sendiri. Atau bahkan dengan berani
mengatakan bahwa yang paling benar adalah pengertiannya sendiri dan
semua pengertian para Bapa Gereja (dan bahkan para rasul) itu keliru
semua. Jika kita pernah berpikir demikian, mungkin ada baiknya kita
menilik ke dalam batin kita, dan mohon kepada Roh Kudus karunia
kerendahan hati, untuk jujur melihat ke dalam diri kita. Semoga kita
dapat melihat begitu banyaknya keterbatasan yang kita miliki dalam
pemahaman Alkitab, dan justru karena itu, kita perlu dengan rendah hati
mempelajari dan melihat dengan hati terbuka terhadap semua pengajaran
yang diberikan oleh orang- orang yang lebih mendalami Sabda Tuhan
daripada kita. Dan semoga kita dapat dengan lapang hati melihat bahwa
mereka yang paling mengenal Pribadi Yesus adalah mereka yang pernah
hidup, makan, berjalan bersama Yesus, yaitu Bunda Maria Santo Yusuf dan
dan para rasul.
Pengajaran para rasul itulah yang diteruskan oleh para Bapa Gereja
dan Magisterim Gereja Katolik dengan setia, dan jika kita ingin mengenal
dan mengasihi Kristus, maka sudah selayaknya kita belajar dari mereka.
Jika mereka mengajarkan bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan
sungguh-sungguh manusia sewaktu hidup-Nya di dunia, maka siapakah kita
untuk mengatakan sesuatu yang lain daripada itu?
SALAM DAMAI KRISTUS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar